Rabu, 16 Desember 2015

resensi novel

CINTA TAK SAMPAI
By. Marah Rusli

A. UNSUR INTRINSIK
1. Tema
· kisah cinta yang tak kunjung padam dari sepasang anak manusia yaitu Siti Nurbaya dan Samsul Bahri walaupun terpisahkan oleh jarak dan waktu.
2. Alur
· Eksposisi: Dua sejoli yang akan berpisah karena Samsul Bahri akan menuntut ilmu di Jakarta
· Insiden Pemulaan : Datuk Maringgih menjadi culas dan menyuruh anak buahnya   membakar semua kiosnya.
· Penanjakan Laku : Samsul Bahri mengetahui Siti Nurbaya menikah dengan Datuk Maringgih
· Klimak : Samsul Bahri membunuh Datuk Maringgih
· Penurunan Laku : Samsul Bahri juga mati setelah berhasil membunuh Datuk Maringgih
· Penyelesaian : Samsul Bahri dikuburkan di dekat makam Siti Nurbaya
3. Sudut Pandang
  Menggunakan sudut pandang orang ke-3
4. Penokohan
· Siti Nurbaya : baik, rela berkorban demi ayahnya.
· Samsul Bahri : baik, bijak, rela berkorban demi Siti Nurbaya.
· Baginda Sulaiman : pasrah pada nasib, kurang bijak, rela mengorbankan anaknya demi membayar hutang.
· Sultan Mahmud : kurang berpikir panjang, tidak bijak dan terlanjur terburu-buru dalam membuat keputusan.
· Datuk Maringgih : culas, moralnya bobrok, serakah, jahat.
5. Gaya Bahasa
· Menggunakan gaya bahasa Melayu.
6. Amanat
· Demi orang-orang yang dicintainya seorang wanita bersedia mengorbankan apa saja meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri. Lebih-lebih pengorbanan tersebut demi orang tuanya.
· Menjadi orang tua hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu persoalan hanya untuk menutupi perasaan malu belaka sehingga mungkin berakibat penyesalan di akhir hayatnya.
· Hendaknya permasalahan itu diselesaikann dengan kepala dingin.
7. Latar
· Latar Tempat : Di kota Padang dan di Stovia, Jakarta (tempat sekolah Samsulbahri)
· Latar Waktu : pada masa dimana Kota Padang masih terjadi banyak huru hara juga saat dimana masih banyak pemberontakan-pemberontakan  (diceritakan Datuk Maringgih salah satu dari pemberontak tersebut).
B. UNSUR EKSTRINSIK
8. Biografi Pengarang
Marah Rusli bin Abu Bakar dilahirkan di Padang, 07 Agustus 1889. Ayahnya bernama Abu Bakar, beliau seorang bangsawan dengan gelar Sultan Pangeran. Ayahnya bekerja sebagai Demang. Sedangkan ibunya, adalah berasal dari Jawa dan keturunan Sentot Alibasyah, salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro.
Marah Rusli bersekolah dasar di Padang yang menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar. Setelah lulus, ia melanjutkan ke sekolah Raja (Kweek School) di Bukit Tinggi, lulus tahun 1910. Setelah itu, ia melanjutkan sekolah ke Vee Arstsen School (sekolah dokter hewan). Di Bogor dan lulus tahun 1915. Setelah tamat, ia ditempatkan di Sumbawa Besar sebagai Ajung Dokter Hewan. Tahun 1916 ia menjadi Kepala Peternakan.
Pada tahun 1920, Marah Rusli diangkat sebagai asisten dosen Dokter Hewan Wittkamp di Bogor. Karena berselisih dengan atasannya, orang Belanda, ia diskors selama setahun. Selama menjalani skorsing itulah ia menulis novel Siti Nurbaya pada tahun 1921. Karirnya sebagai dokter hewan membawanya berpindah-pindah ke berbagai daerah. Tahun 1921-1924 ia bertugas di Jakarta, kemudian di Balige antara tahun 1925-1929 dan Semarang antara tahun 1929-1945.
Tahun 1945, Marah Rusli bergabung dengan Angkatan Laut di Tegal dengan pangkat terakhir Mayor. Ia mengajar di Sekolah Tinggi Dokter Hewan di Klaten tahun 1948 dan sejak tahun 1951 ia menjalani masa pensiun.
Marah Rusli menikah dengan seorang gadis keturunan sunda kelahiran Buitenzorg (Bogor) pada tahun 1911. Mereka mempunyai 3 orang anak, dua diantaranya laki-laki dan satu perempuan. Perkawinan Marah Rusli dengan gadis sunda bukanlah perkawinan yang diinginkan oleh orang tua Marah Rusli. Tetapi, Marah Rusli tetap kokoh pada sikapnya, dan ia tetap mempertahankan perkawinannya.
Kesukaanya dalam dunia kesusastraan sudah tumbuh sejak kecil. Dia sangat senang mendengarkan cerita-cerita dari tukang kaba (tukang dongeng di Sumatra Barat yang berkeliling kampong menjual ceritanya, dan membaca buku-buku sastra. Marah Rusli meninggal pada tanggal 17 Januari 1968 di Bandung dan dimakamkan di Bogor, Jawa Barat.
Dalam sejarah sastra Indonesia. Marah Rusli tercatat sebagai pengarang roman yang pertama dan diberi gelar oleh H.B Jassin sebagai Bapak Roman Modern Indonesia. Sebelum muncul bentuk roman Indonesia, bentuk prosa yang biasanya digunakan adalah hikayat.
Marah Rusli berpendidikan sangat tinggi dan buku-buku bacaannya banyak yang berasal dari luar negeri yang menggambarkan kemajuan zaman. Kemudian dia melihat bahwa adat yang melingkupinya tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Hal itu melahirkan pemberontakan dalam hatinya yang dituangkan kedalam karyanya, Siti Nurbaya. Dia ingin melepaskan masyarakat dari belenggu adat yang tidak memberi kesempatan bagi yang muda untuk menyatakan pendapat atau keingginannya.
9. Latar Belakang
Dalam cerita Siti Nurbaya, telah diletakkan landasan pemikiran yang mengarah pada emansipasi wanita. Cerita itu membuat wanita mulai memikirkan akan hak-haknya, apakah ia hanya menyerah karena tuntutan adat (dan tekanan orang tua) ataukah ia harus mempertahankan yang diinginkannya. Cerita ini menggugah dan meninggalkan kesan yang mendalam kepada pembacanya. Kesan itulah yang terus melekat hingga sampai sekarang, sehingga para pembaca dapat mempertimbangkan segala sesuatu yang akan dilakukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar